1. PENDAHULUAN

Perkembangan suatu kota di satu sisi sangat terikat pada faktor penduduknya (kuantitas dan kualitas), di sisi lain sangat tergantung lahan (keluasan tanah, ruang maupun daya dukungnya), belum masalah kemampuan daerah itu sendiri ditinjau dari sudut pendanaan(dana, rencana, dan potensi).
Kota bagaikan suatu modul yang dinamis dan akan terus berdennyut. Pada kenyataannya sangat sulit untuk membendung tingkat jumlar kependudukannya maupun batas optimum pemekaran kota. Pemekarar dan pengembangan kota cenderung untuk terus membengkak dar menimbulkan gejala:
Pembangunan fisik struktur menuju arah maksimal; pengembangan ruanc terbuka menuju arah minimal; kecenderungan mengubah wajal¬lingkungan alam.
Banyak lahan di perkotaan, bahkan permukaan air (sungai, rawar dan pantai) semakin tertutup dan berubah fungsi. Andalan pada kemampuan ilmu dan teknologi modern dalam pemikiran pembangunan kota, kadangkala mengabaikan faktor ekologi kota. Bahkan terasa adanya gejala untuk mengubah ekosistem alam menjadi ekosistem buatan (artificial ekosistem).
Maka dampak negatif akibat perlakuan tersebut, yakni munculnya berbagai masalah di kota antara lain: perubahan iklim, suhu kota yang meninggi, kualitas udara yang semakin buruk, banjir, penurunan air tanah, intrusi air laut, abrasi pantai, sungai kering, dan sebagainya. Gejala terhadap distorsi sistem alam itu sendiri, menyebabkan kondisi yang tidak mudah untuk diperbaiki.
Ruang terbuka kota, ruang hijau kota, mempunyai manfaat keseimbangan alam terhadap struktur kota. Ruang terbuka hijau janganlah dianggap sebagai lahan yang tidak efisien, atau tanah cadangan untuk pernbangunan kota, atau sekadar program keindahan. Ruang terbuka mempunyai tujuan dan manfaat yang besar bagi keseimbangan, kelangsungan, kesehatan, kenyamanan, kelestarian, dan peningkatan kualitas lingkungan kota itu sendiri.


A. RUANG LINGKUP ARSITEKTUR LANSEKAP

Pada hakikatnya Arsitektur Lansekap adalah ilmu dan seni perencanaan (planning) dan perancangan (design) serta pengaturan daripada lahan, penyusunan elemen-elemen alam dan buatan melalui aplikasi ilmu pengetahuan dan budaya, dengan memperhatikan
Di dalam aktivitas profesional kerjanya atau komponen kegiatan
faktor lansekap terlihat adanya klasifikasi sesuai tuntutan kebutuhan
masyarakat, yaitu Perencanaan Lansekap (Landscape Planning); perancangan Tapak (Site Planning); Perancangan Detail Lansekap -.-ailed Landscape Design).

1. Perencanaan Lansekap (Landscape Planning)
Laurie, Landscape planning, has a strong ecological and natural science base and is concerned with the systematic evaluation of large areas of land in terms of land's suitability for any likely future use. The process usually involves a team of specialist, it may result in a land use .plan or policy.
The function of landscape planning, as guiding the intricate intermeshing of function and habitats, as separating the incompatible, reconciling diverse uses, and relating each specialized use to the overall landscape seen as setting for life.
Perencanaan lansekap (landscape planning) mengkhususkan diri pada studi pengkajian proyek berskala besar untuk bisa mengevaluasi secara sistematik area lahan yang sangat lugs untuk ketetapan penggunaan bagi berbagai kebutuhan di mass datang. Pengamatan masalah ekoloqi dan lingkungan alam sangat peka diperhatikan pada kegiatan ini
Beberapa contoh kasus dalam studi landsekap planning :





Pada perencanaan lensekap ada tiga faktor penting untuk dianalisis, yaitu ekologi lansekap, manusia dengan sosial ekonomi budayanya dan estetika. Estetika pada lansekap tidak mempunyai fektor yang berdiri sendiri, tetapi merupakan polarisasi dari kedua faktor lainnya.

2. Perencanan Tapak (Landscape Site Planning)
Perencangan tapak, di dalam nya juga tercakup lansekap design, merupakan usaha penangan tapak (site) secara optimal melalui proses keterpaduan penganalisisan dari suatu tapak dan kebutuhan program pngguanaan tapak, menjadi suatu sintesa yang kreatif.
Beberapa contoh karya Landscape Site Planning :

















PROSES PERANCANGAN DESAIN ARSITEKTUR LANSEKAP

























3. Perancangan Detail Landsekap (Detailed Landscape Desaign)
Perancangan detail lansekap adalah usaha seleksi dan ketetapan penggunaan komponen/elemen, material/bahan lansekap, taqnaman, kombinasi pemecahan detail berbagai elemen taman seperti: pedestrian, plaza, air mancur, kolom, bollard, dan sebagainya.
Salah satu usaha pemerintah dalam menanggulangi masalah ruang terbuka hijau di perkotaan adalah dengan diterbitkannya Instruksi Mentri Dalam Negeri RI Nomor 14 Tahun 1988 tentang penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di wilayah perkotaan tanggal 6 oktober 1988 yang isinya mengharuskan setiap ibukota provinsi/kotamadya, ibukota kabupaten, kota administrasi dan kota lainnya untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan penataan RTH sebagai bagian dari Rencana Umum Tata Ruang Kota. Penanganan perencanaan Ruang Terbuka Hijau tersebut kiranya menjadi kegiatan para ahli yang terkait pada masalah tersebut. Hubungan kerja yang terpadu dan kesepakatan terhadap Ruang Terbuka akan menghasilkan rencana yang sesuai dengan rencana induk perkembangan kota.
Pemikiran urban dan regional lansekap perlu mewarnai dan muncul secarajelas pada kebijaksanaan tersebut. Namun kiranya disadari bahwa rencana tersebut bila tidak diikuti dengan langkah pembangunan dan pelaksanaan serta pengelolaan yang series tentunya hanyalah berupa kertas tak berharga. Walaupun disadari kemampuan pendanaan Pemerintah Daerah sangat terbatas maka keterlibatan pihak swasta perlu dipertimbangkan sebagai bagian dari partisipasi masyarakat. Sudah masanya penanganan lansekap pada perkembangan dan pemekaran kota ditangani secara sungguh-sungguh oleh para Arsitek Lansekap.
Keterbukaan dan Baling pengertian timbal batik antardisiplin yang terlibat dalam perencanaan dan pengelolaan kota semakin ditingkatkan. Pendekatan rasional perseorangan maupun ikatan profesi sangat bermanfaat untuk mengembangkan atmosfer kerja terpadu yang lebih baik ataupun dalam bentuk architects by team, atau planner by team. Apalagi berkembang dengan pesat teknologi modern yang menunjang tugas perencanaan dan pengelolaan seperti penggunaan komputer Auto CAD, GIS.



B. PENDIDIKAN ARSITEKTUR LANSEKAP DI DUNIA DAN DI INDONESIA
Dari laporan IFLA (International Federation of Landscape Architects) yang tertulis dalam buku Guide to International Opportunities in Landscape Architecture Education and Internships tahun 1996, pendidikan Arsitektur Lansekap secara formal telah tersebar di 44 negara di 5 benua, dengan jumlah institusi penyelenggara pendidikan sebanyak 227 perguruan tinggi setingkat S1 dan S2. terbanyak di Amerika Serikat (64 perguruan tinggi), menyusul Republik Korea 16, Jepang 13, United Kingdom 12, Australia 7, Belgia 6, Kanada 5. Di benua Asia terdapat 11 negara (Thailand, Srilangka, Filipina, Malaysia, Korea Jepang, Indonesia, India, Cina, Taiwan, Singapura) dengan 43 institusi perguruan tinggi.
Pemenuhan kebutuhan jasmani dapat diartikan dengan terpenuhinya kebutuhan fisik, misal tersedianya sarana dan prasarana yang immitingkinkan pemakai melaksanakan kegiatan jasmani ataupun immiperoleh kegunaan produksi dari elemen lansekap yang dipakai.
Jelas bahwa ruang lingkup Arsitektur Landsekap bukan sekedar membuat jalur hijau dan taman kota. Namun mencakup hal-hal yang jauh lebih luas, yang berkaitan meliputi hampir keseluruhar lingkungan hidup di muka bumi ini.
Berikut ini adalah yang tercakup dalam ruang lingkup pemikiran dar tanggung jawab aktivitas Arsitektur Lansekap.
1. Masalah desain dan perancangan daerah konservasi, preservasi, dan pelestarian yang dinamis.
2. Masalah pencemaran, gangguan pemandangan, gangguan suara, dan sampah.
3. Masalah erosi, ekologi dan ekosistem, masalah sumber daya alam.
4. Masalah pengembangan tempat-tempat bersejarah.
5. Masalah ruang terbuka.
6. Masalah pembangunan perkotaan yang berkembang melebar, linier, atau berpencaran talk menentu.
7. Masalahjalurlalu lintas dan pembangunan liniersepanjangjalurjalan.
8. Masalah pelapukan perkotaan dan peremajaan perkotaan.
9. Masalah reklamasi tanah, masalah pantai dan perikehidupan pantai.
10. Masalah hutan dan belukar alami serta satwa liar yang berkurang.
11. Masalah kependudukan dan urbanisasi dan transmigrasi.
12. Masalah peran organisasi nonpemerintah dan aksi masyarakat.
13. Masalah peran pemerintah dan masalah energi.

Jadi jelas bahwa dalam mengemban tugasnya, disiplin ilmu Arsitektur Lansekap harus mampu bekerja sama dengan disiplin ilmu lainnya. Perancangan dan desain yang dihasilkan merupakan hasil perpaduan pengalaman dan pengetahuan dari berbagai ilmu dan seni yang berkaitan. Konsepsi rancangan yang digarap haruslah hasil penggodokan suatu team kerja sama antardisiplin. Data masukan harus digali dari sebanyak mungkin sumber dan narasumber sesuai batasan waktu yang tersedia. Yang baik hanyalah dapat diperoleh dengan memberikan kepada rancangan tersebut, kesempatan seluas-luasnya sebatas waktu yang mengizinkan, untuk diuji dan dikaji oleh para perancang sendiri maupun para calon pemakainya kelak. Walaupun dalam kenyataannya, cara kerja demikian tidak populer dan tidak disukai, karena dipandang hanya akan merepotkan pekerjaan.
Untuk dapat bekerja sama yang balk dengan rekan-rekan dari disiplin ilmu lainnya, dan memberikan masukan-masukan serta gagasan kepada pihak lain, maka Arsitek Lansekap membekali dirinya dengan pengetahuan dasar daripada aneka disiplin yang berkaitan.
Seorang Arsitek Lansekap yang baik harus:
1. Memiliki dasar pengetahuan dan praktek yang kuat guna pemahaman tanaman serta cara penggunaannya yang tepat.
2. Memiliki dasar pengetahuan dalam bidang geologi, klimatologi, ekologi, sosiologi budaya, dan ekonomi.
3. Memiliki pengertian umum tentang arsitektur bangunan, ilmu teknik sipil, tata kota, dan tata daerah.
4. Mempunyai kesadaran biologis dan ekologi.
5. Terlatih balk dalam menggambar rencana sehingga dapat menuangkan gagasan-gagasan dan buah pikirannya.
6. Harus mampu memberikan nasihat dan petunjuk perencanaan pembangunan prasarana dan sarana pada urnurnnya.
7. Mempunyai daya penalaran ilmiah yang tinggi, berwatak, dan berjiwa Sosial.

Arsitek Lansekap adalah produk pendidikan arsitektur lansekap. la adalah seorang profesional dalam bidangnya, cara berpikirnya, sistem kerja serta gagasan-gagasannya adalah khan buah pikiran yang diwarnai dan bernapaskan arsitektur lansekap. Walaupun boleh jadi unsur-unsur pembentuknya adalah bersumberkan berbagai disiplin ilmu lain.
la harus mampu menggali sikap-sikap estetis, bukan sekadar apatis. Harus mampu menggali sikap cinta, sikap inkonvensional, sikap kritis, sikap hangat, sikap simpatik, tenang, sikap gairah, antusias, senang mencari pengalaman barn, dan berbagai sikap positif lainnya. Agar orang tidak terperangkap oleh karya lansekap yang menimbulkan suasana sekadar praktis, sekadar teliti, sekadar hati-hati, sekadarjujur tapi dingin, angkuh dan sombong.
Dalam perancangan sebuah objek lansekap, misalnya lansekap kota, maka ia harus mampu menciptakan suasana dan perasaan akrab dan bersahabat pada warga kota dan para pengunjungnya. Melalui pengaturan dan penempatan elemen dan fungsi lansekap secara tepat.
Hubungan dan interelasi antarfungsi dan elemen dalam karya lansekapnya harus mampu membuat orang-orang merasa bangga, merasa nyaman, aman, dan sehat. Orang harus dapat merasakan keserasian komposisi bangunan, gedung, jalan, pohon, jembatan, rumput dan burung¬burung, serta bunga-bunga yang seolah bercengkerama dengannya. Seolah kesemuanya itu sating bertegur saga. Masyarakat harus merasakan bahwa ia harus dapat merasakan pula bahwa lingkungan sekitarnya merupakan perpanjangan dan perluasan dirinya. Perluasan dan perwujudan aspirasinya selama ini.
Arsitek Lansekap yang baik, tidak akan pugs dengan sekadar menyelesaikan tugasnya. Bahwa karyanya telah terwujud dalam bentuk kenyataan fisik di lapangan. Namun hat ini sama sekali bukan jaminan bahwa aspirasi-aspirasinya telah menjadi kenyataan.
la harus dengan cermat dan dengan peka mengamati apakah karyanya benar-benar berkenan di hati masyarakat pemakainya. Ketidak¬puasan dan keluhan mereka, harus diterima sebagai koreksi dan perbaikan perencanaannya.

C. RUANG TERBUKA HIJAU PERKOTAAN
Salah satu hasil positif yang telah dicapai dalam laporan Pelaksanaan Lokakarya Perencanaan dan Manajemen Pembangunan Kota yang Berwawasan Lingkungan di DKI Jakarta (Maret 1995), adalah perlunya ditindaklanjuti Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang diharapkan mampu untuk mengatasi kendala pelaksanaan mana jemen pembangunan. Penetapan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang mempunyai arti penting bagi kota DKI Jakarta.









Mengacu pada Undang-Undang Penataan Ruang tersebut, maka pemerintah mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kota.
Tujuan Instruksi Mendagri Nomor 14 Tahun 1988 adalah (1) meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, bersih, dan sebagai sarana pengamanan lingkungan, dan (2) menciptakan lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk Mi1podw(Imi masyarakat. Manfaat penyediaan ruang terbuka hijau adalah mmumilmlikan kesegaran, kenyamanan, keindahan lingkungan, menurunkan polusi, dan mewujudkan keserasian lingkungan.
Ruang terbuka hijau kota dapat diklasifikasikan, baik dalam tata letak dan fungsinya. Berdasarkan tata letak, ruang terbuka hijau kota bisa terwujud ruang terbuka kawasan pantai (coastal open space) dataran banjir sungai (river flood plain), ruang terbuka pengaman jalan bebas hambatan (greenways) dan ruang terbuka pengaman kawasan bahaya kecelakaan di ujung landasan bandar udara. Menurut Dinas Tata Kota, ruang terbuka hijau kota meliputi (a) Ruang Terbuka Hijau Makro, seperti kawasan pertanian, perikanan, hutan lindung, hutan kota, dan landasan pengaman bandar udara, (b) Ruang Terbuka Hijau Medium, seperti kawasan area pertamanan (city park), sarana olahraga, sarana pemakaman umum, (c) Ruang Terbuka Hijau Mikro, lahan terbuka yang ada di setiap kawasan permukiman yang disediakan dalam bentuk fasilitas umum seperti taman bermain (playground), taman lingkungan (community park), dan lapangan olahraga.



1. Sistem Ruang Terbuka Hijau Kota
Secara sistem, ruang terbuka hijau kota pada dasarnya adalah bagian dari kota yang tidak terbangun, yang berfungsi menunjang kenyamanan, kesejahteraan, peningkatan kualitas lingkungan dan pelestarian alam, dan umumnya terdiri dari ruang pergerakan linear atau koridor dan ruang pulau atau oasis (Spreigen, 1965). Pendapat tersebut juga ditunjang oleh Krier (1975) yang menyatakan bahwa ruang terbuka terdiri dari path and room, sebagai jalur pergerakan dan yang lainnya sebagai tempat istirahat, kegiatan, atau tujuan. Hal senada dinyatakan oleh Gosling (1989) bahwa ruang terbuka di dalam kota dapat berbentuk man made and natural yang terjadi akibat teknologi seperti koridor jalan dan pejalan kaki, bangunan tunggal dan majemuk, hutan kota, aliran sungai, dan daerah alamiah yang telah ada sebelumnya. Pada dasarnya ruang terbuka kota merupakan totalitas kesatuan yang memiliki keterkaitan dan dapat digunakan sebagai suatu sistem orientasi.
















Secara rinci sistem ruang terbuka kota dapat diuraikan sebagai berikut:
1. ruang terbuka untuk kaitan produksi, terdiri dari lahan untuk kehutanan, pertanian, produksi mineral, sumber air, komersil, dan rekreasi.
2. ruang terbuka untuk preservasi sumber daya alam dan manusia terdiri dari rawa untuk habitat tertentu, hutan sebagai kehidupan satwa, bentukan geologi, batu karang, tempat bersejarah dan pendidikan.
3. ruang terbuka untuk kesehatan dan kesejahteraan umum terdiri dari lahan untuk melindungi kualitas air, ruang untuk penimbunan sampah buangan, ruang untuk memperbaiki kualitas udara, area rekreasi, area untuk menyajikan efek visual yang menarik (bikit, pegunungan, lembah, danau, dan pantai)
4. Ruang terbuka untuk keamanan umum terdiri dari waduk pencegahan banjir kanal dan lapangan terbang.
5. Ruang terbuka sebagai koridor terdiri dari koridor kabel tegangan tinggi, koridor jaringan pipa, bantaran sungai, dan jaringan transportasi kereta api.
2. Peranan RTH terhadap kehidupan kota











Kota tidak hanya merupakan kumpulan gedung-gedung dan sarana fisik lainnya. Akan tetapi, sebuah kota adalah kesatuan antara lingkungan fisik kota dan warga kota. Dua komponen ekosistem ini akan selalu berinteraksi selama proses berkembangnya kota. Perubahan perubahan yang bersifat positif akan memberi manfaat bagi kehidupan warga kota. Kebanyakan kota di negara berkembang seperti di Indonesia dibangun berdasarkan latar belakang agraris, demikian juga perkembangan kota Jakarta.
Lahan-lahan pertanian di perkotaan yang merupakan ruang terbuka hijau sudah banyak berubah fungsi menjadi kawasan permukiman akan memberikan pengaruh terhadap kehidupan warga kota. Lahan-lahan pertanian yang berada di dalam kota merupakan ruang terbuka hijau produktif yang memberikan penghidupan dan sebagian kebutuhan hasil pertanian bagi warga kota.

3. Peranan RTHK terhadap Kualitas Lingkungan Kota
Penataan ruang terbuka hijau secara tepat akan mampu berperan meningkatkan kualitas atmosfer kota, penyegaran udara, menurunkan suhu kota, menyapu debu permukaan kota, menurunkan kadar polusi udara, dan meredam kebisingan. Penelitian Embleton (1963) menyatakan bahwa 1 (satu) hektar ruang terbuka hijau dapat meredam suara pada 7 db per 30 meterjarak dari sumber suara pada frekuensi kurang dari 1.000 CPS atau penelitian Carpenter (1975) dapat meredam kebisingan 25¬80%.









Pada umumnya ruang terbuka hijau didominasi oleh tanaman dan tumbuhan, di mana unsur ini banyak berpengaruh terhadap kualitas udara kota. Tanaman dapat menciptakan iklim mikro, yaitu adanya penu¬runan suhu sekitar, kelembapan yang cukup dan kadar O2 yang bertambah. Hal ini dikarenakan adanya proses asimilasi dan evapotranspirasi dari tanaman. Di samping itu, tanaman juga dapat menyerap/mengurangi CO2 di udara yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan seperti industri, kendaraan bermotor, dan sebagainya. Menurut hasil penelitian Gerakls, 1 (satu) hektar ruang terbuka hijau dapat menghasilkan 0,6 ton oksigen untuk konsumsi 1.500 orang perhari.
Beberapa penelitian juga mengungkapkan bahwa tanaman dengan kriteria tertentu dapat meredam/mengurangi kebisingan. Kota yang balk dapat menyajikan kebutuhan yang berhubungan dengan I,my.mianan dan kualitas lingkungan pada tingkat kewajaran sesuai - limilmistandar hidup sehat bagi warga kota.

4. Peranan RTHK terhadap Kelestarian Lingkungan







a. Menunjang Tata Guna dan Pelestarian Air. Kondisi tata air tanah pada
cekungan artesis Jakarta yang sudah semakin buruk telah tampak gejalanya, yaitu merembesnya air laut jauh ke daratan (salt intrusion), semakin keringnya sumber-sumber air bawah tanah, monurunnya kua-litas air. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan pengembangan sistem ruang terbuka hijau yang terencana seperti program recharging basin, recharging sinkhole, mengeleminir banjir, 1)()rbaikan daerah aliran sungai, dan perluasan area daerah peresapan air hujan.
b. Menunjang Tata Guna dan Pelestarian Tanah. Suatu penetapan poruntukan yang kurang bijaksana dapat menyebabkan ekosistem 1()rganggu. Oleh karenanya pola ruang terbuka hijau dalam sistem Uita ruang kota dapat dipergunakan sebagai alat pengendali tata (juna tanah secara lugs dan dinamis. Di samping itu, pengembangan ruang terbuka hijau mempunyai kemampuan untuk memperbaiki kondisi tanah itu sendiri secara alamiah. Sehingga perlu adanya program-program perbaikan tanah kritis, pencegahan erosi, poningkatan kualitas lingkungan (permukiman, industri, jalur transportasi, dan sebagainya).
c. Menunjang Pelestarian Plasma Nutfah. Dengan adanya pengembangan ruang terbuka hijau maka diharapkan dapat diterapkan program penghijauan pada ruang-ruang terbuka kota. Hal ini memungkinkan adanya penerapan berbagai jenis tanaman yang dapat memberikan keanekaragaman hayati. Di samping itu, dengan adanya berbagai jenis vegetasi yang terdapat pada ruang terbuka hijau, dapat menjadi habitat kehidupan satwa liar, terutama berbagai lonis burung. Satwa-satwa tersebut sudah sangat langka/jarang ditemui di lingkungan perkotaan. Dengan demikian, ruang terbuka hijau dapat berfungsi sebagai tempat pelestarian keanekaragaman lonis flora maupun fauna dalam upaya pelestarian plasma nutfah.